Dalil dan Dalih

Coretan -
Dalil dan dalih, merupakan dua kata yang nyaris mirip, hanya berbeda huruf akhirannya saja. Dalil berakhiran huruf "l ", sedang dalih berakhiran huruf "h". 

Dalam definisinya, dalil dan dalih mempunyai makna yang sangat berbeda. Menurut KBBI, dalil adalah keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran, sedangkan dalih adalah alasan (yang dicari-cari) untuk membenarkan suatu perbuatan.

Namun, dalam tataran praktiknya seringkali kita repot membedakan mana yang benar-benar dalil dan mana yang hanya memanfaatkan dalil. Dalil acap kali digunakan bukan untuk dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran melainkan dijadikan sekedar alasan untuk membenarkan sikap atau perbuatan.

Seorang suami, misalnya, yang ingin menang sendiri kepada istrinya. Dia berdalil dengan dalil kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Begitupun juga seorang istri, dia pun berdalil dengan dalil wanita, bahwa surga itu ada di bawah telapak kaki kaum ibu.
 
Seorang yang sangat kaya raya lebih sering mengucapkan dalil "tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah ". Begitupun juga orang miskin, dia berdalil di hadapan orang kaya dengan menyebut ayat-ayat yang mengecam kekikiran dan kepelitan.

Seorang pejabat atau pemimpin pun berdalil "kewajiban taat kepada pimpinan". Sementara orang-orang yang di bawahnya pun berdalil tentang celakanya pemimpin yang tidak adil, dzalim, dan tidak bertanggung jawab.
 
Begitulah jika dalil-dalil digunakan untuk sekedar meng-counter lawan.

Dalil-dalil juga sering digunakan sebagai dalih untuk membenarkan diri sendiri. Orang-orang yang pintar suka mempelajari dalil Ulul albab. Orang yang bodoh berdalil dengan celakanya orang yang pintar tapi tak mengamalkan ilmunya. 

Orang-orang yang tua berdalil tentang keharusan kaum muda menghormati yang tua. Orang-orang muda berdalil kewajiban orang tua untuk menyayangi kaum muda.
 
Dari berbagai fenomena-fenomena di atas, kadang kita kebingungan, mana yang benar?

Dalam perenungan saya, kita akan kebingungan terus, jika hanya sekedar memikirkan mana yang benar dan mana yang salah. Barangkali dalil-dalil yang digunakan sebagai dalih tersebut akan lebih baik jika dipertukarkan saja.

Misalnya, dalil tentang keharusan taat kepada laki-laki, biar wanita saja yang memegangnya, sedang dalil surga ada di bawah telapak kaki kaum ibu, biar laki-laki yang memegangnya. Dalil tentang lebih baiknya tangan di atas, biar orang miskin saja yang memegangnya, sementara dalil kekikiran dan kebakhilan, biar orang kaya saja yang memegangnya. Dalil tentang keharusan taat kepada pemimpin, biar rakyat saja yang memegangnya, sementara para pemimpin biar memegang dalil tentang kewajiban memimpin yang jujur dan adil. Dengan demikian, mungkin dalil masih berakhiran "l" bukan "h"! Bagaimana?

Posting Komentar

0 Komentar